Senin, 02 Mei 2016

Purple Maple (Prolog)



SEKUJUR tubuhnya terasa nyeri. Darah mengalir dari kepalanya yang terluka. Bulir-bulir merah itu bergelayut di ujung bulu matanya. Ia menggeliat, ingin segera menyelamatkan diri. Tetapi apa daya, menggerakkan ujung jarinya saja ia tidak mampu.

Ia terjebak. Pandangannya semakin lama semakin mengabur. Perutnya seperti diaduk-aduk dengan kuat. Sementara roda kemudi menghimpit seperti hendak menghancurkan tulang rusuknya.

Darah terus mengucur dari luka di sekujur tubuhnya. Diikuti hujan yang semakin deras mengguyur. Mengiringi mobilnya yang berguling-guling menyusuri lereng.


Sekuat tenaga ia berteriak meminta pertolongan. Sekalipun suaranya tidak keluar. Dan hanya menyisakan aroma karat di pangkal tengkorakannya.

Mungkin, ia hanya perlu membiarkan dirinya pasrah. Karena meronta malah semakin membuat lukanya bertambah parah. Maka, perlahan ia memejamkan matanya. Dan seketika itu juga ia tersentak.

Ribuan potongan rol film berkelebat di balik kelopak matanya. Setiap potongnya menampilkan segala ingatannya di masa lalu hingga yang terbaru. Seperti sebuah cuplikan film kaset yang rusak. Tanpa sadar, itu membuatnya mengerang pilu.

Kini seluruh tubuhnya mati rasa. Seolah seluruh syarafnya berhenti berfungsi. Kecuali rasa sakit di hatinya. Ia bisa merasakan luka yang menganga lebar di sana. Luka-luka yang pernah ditorehkannya pada orang lain, kembali padanya.

Sejak lama, karma itu sudah membelitnya kuat-kuat. Kesalahan yang pernah dilakukannya, merantai kakinya dengan erat. Dan kini, dendam itu terbalas sudah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D